Menurut Sternberg (dalam Sternberg & Bernes, 1988), cinta bukanlah suatu kesatuan yang tunggal melainkan gabungan dari berbagai perasaan, hasrat, dan pikiran yang terjadi secara bersamaan sehingga menghasilkan perasaan global yang dinamakan cinta.
Perkawinan atau dalam arti pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, budaya agama, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.
Perkawinan atau dalam arti pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, budaya agama, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.
Pengesahan
secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang
mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya
merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat
istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga
Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan
setelah upacaranya selesai upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami
dan istri dalam ikatan perkawinan.
A. Bagaiamana memilih pasangan
Jika kita ditanya orang
lain, ingin kriteria seperti apa untuk pasangan hidup kita kelak? pasti beragam
jawabnya.. ada yang ingin suami cakep atau istri yang cantik, ada yang ingin
punya suami kaya raya atau setidaknya mertua yang kaya raya, atau pasangan
hidup yang sholeh dan sholikhah... banyak sekali pilihannya...
Memang terkadang orang
tua terkesan 'cerewet' dalam menilai calon pasangan kita.. yang harus inilah..
yang harus itulah.. tp jangan berburuk sangka dulu. berpikir positiflah dahulu
bahwa itu adalah bentuk kekhawatiran orang tua kita terhadap kehidupan kita
kelak. Mulailah pelajari apa aja keinginan orang tua sebenarnya dan komunikasi
yang baik adalah caranya. Diskusi sambil minum teh atau pada saat relaks nonton
TV bareng. Saya rasa orang tua sendiri juga sudah bisa menyadari bahwa tidak
semua kriteria yang ditetapkannya itu bisa kita penuhi, jadi anda jangan
langsung menjawab dengan nada protes jika ada kriteria dari orang tua yang
tidak anda sukai. Santai aja teman.
Ibaratnya anda tidak akan bisa langsung menghentikan laju jalan orang yang
berbadan jauh lebih tinggi dan besar dengan cara menghadangnya langsung tanpa
melukai diri sendiri. Iringi dia jalan, ajak bicara dan rangkul dia sambil
perlahan-lahan belokan atau hentikan jalannya.
Cocok Jadi Ayah / Ibu
Dari Anak-anak Kita Kelak
Ini adalah kriteria
kedua yang saya tetapkan. Nggak mau donk anak-anak kita terlantar gara-gara
suami / istri kita nggak perhatian dengan anak kita. Orang tua harus perhatian
kepada anak entah itu masalah pendidikannya (baik pendidikan agama ataupun
formal), kesehatannya, keperluannya, dan lain2. karena itu adalah salah satu
cara membentuk pribadi anak kita.
Cocok Jadi Suami /
Istri Kita
Ini adalah kriteria
yang terakhir. Saya menempatkannya di posisi terakhir bukan berarti saya harus
mengalah dan menomor kesekiankan keinginan pribadi saya. Saya juga mau punya
istri yang cantik, seksi, pinter masak, atau apalah kriteria-kriteria menarik
lainnya. saya menempatkan di posisi terakhir itu karena kriteria ini lebih
mudah dicari daripada 2 kriteria diatas. Banyak kok di dunia ini cowok yang
ganteng dan gagah atau cewek yang cantik dan seksi... tinggal pilih aja (
masalahnya cuma satu, mereka mau nggak dengan kita hahaha )
Itulah penjelasan ketiga kriteria yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata memang seperti itu.
Itulah penjelasan ketiga kriteria yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata memang seperti itu.
Berbicara tentang
memulai hubungan dengan tanpa rasa cinta, saya ingin menyarankan kepada
teman-teman yang dijodohkan oleh orang tuanya untuk tidak langsung bilang
'TIDAK' terlebih dahulu. Alangkah baiknya anda kenal dulu 'jodoh' yang
diberikan oleh orang tua anda. Memang sih ini bukan jamannya Siti Nurbaya, tapi
apakah anda yakin bahwa 'jodoh' pilihan anda sendiri itu lebih baik dari
'jodoh' yang dikenalkan oleh orang tua anda?? Mungkin anda bisa belajar dari
orang-orang sekitar anda. Teman saya sendiri dijodohkan dan usia perkawinannya
sekarang 7 tahun, juga tidak ada masalah yang berarti.
Saya tidak menyarankan
bahwa memulai hubungan harus tanpa rasa cinta karena bagaimanapun rasa cinta
itu adalah sebuah anugerah yang indah yang diberikan oleh Allah SWT. Memulai
hubungan dengan rasa cinta itu sangatlah baik, tapi jika tidak memungkinkan
seperti itu bukan berarti dunia mau runtuh kan....
B. Seluk-beluk hubungan
dalam perkawinan
Pada umumnya salah satu
tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah
perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan
yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada
akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan
untuk bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar
perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
· Kesulitan
ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
· Perbedaan
watak.
· Temperamen
dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
· Ketidakpuasan
dalam hubungan seks.
· Kejenuhan
rutinitas.
· Hubungan
antara keluarga besar yang kurang baik.
· Adanya
istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
· Masalah
harta warisan.
· Menurunnya
perhatian kedua belah pihak.
· Domonasi
dan intervensi orang tua atau mertua.
· Kesalahpahaman
antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah
diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi tersinggung,
sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah yang sering
terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah yang
terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang
kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti
itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi
yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga
yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Namun kenyataannya
masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu
yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin jauh di mata,
kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi harus
memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan
berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang, berkurang
pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya ketidakpedulian
menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tidak sehat
ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan cara yang efektif
untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat menimbulkan
perceraian.
C. Penyesuaian dan
pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan
dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena
adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal
yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu
sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya,
diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan
diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang
berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang
pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan
cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan
akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D. Perceraian dan
pernikahan kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan
mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah
lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita
memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal
yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu
periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria
yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung
jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah
kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih
kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada
kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh
dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan
adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan
pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam
pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan
kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa
menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan
yang lebih baik.
E. Single Life
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk
tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan
yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup
yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat
seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini
semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga
ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan
untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah
sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat
terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah.
Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan
penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita,
mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan,
tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling
sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih
memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu.
Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan.
Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan
pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas
utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada
pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam
jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi
ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang
percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara,
perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan
memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil
keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan
seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat
pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah
untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan
seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah
akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih
mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat
melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk
melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya
terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman
yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke
pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka
berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama
pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari
kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang
juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara
sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara
orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat
jodoh.
Tidak dapat dipungkuri,
sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan
untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang
telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum
menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk
tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah
sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang
akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang
yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang
bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan
terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok
untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
DAFTAR PUSTAKA:
Adhim, Mohammad Fauzil
(2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar